Minggu, September 20, 2009

Ucok a.k.a Morgue Vanguard HOMICIDE

Well who the hell is he anyway ? The most radical MC in hip-hop scene ? Bisa jadi. Mungkin bagi beberapa pihak, Ucok sempat tercatat sebagai “ Scene Polce “ yang paling “ vocal “ dan pedas dengan berbagai tulisan, wacana, opini dan pemikiran radikalnya yang sedikit membuat gerah beberapa scenester. Walau dia tahu tempat sempat salah dalam melempar tulisan, dia tetap bersikukuh untuk terus menulis akan segala pemikirannya seperti “ Aesthetic, Hip-Hop and Self-Empowerment” dll, dan dia terus melakukan progress pemikiran dari semua kekurangan dan kesalahannya. Mungkin baginya kesalahannya keren seperti Marx, tapi mungkin juga tidak. Well, take it or leave it guys!Nikmati saja sajian tulisan dari Pam ( sobat Ucok ) ini tentang siapa itu Ucok.

Dalam catatannya, Ucok pernah menulis, “ Ia lahir dengan memberi sebuah matahari di tangan kiri dan rembulan di tangan kanan.” Ia menulis tentang harapan yang tak pernah pupus, kawan yang tak pernah hilang, semangat yang tak boleh meredup, irama hidup yang gaduh.

Apakah kita memang mengerti arti hidup ? yang Ucok tuturkan, bahwa hidup memang layak untuk terus dijalani dengan sesederhana itu, dengan merengkuh takdir, dengan menuliskan catatan dalam guratan darah nadi kehidupan ? Apakah ini terlalu murung ? Apakah ini sekedar penanda ? Ataukah pertanda ?

Ucok tak pernah menjawab dengan gambling. Hari-hari bersamanya sejak nyaris 7 tahun lalu, yang nampak adalah kepak sayap yang tak pernah urung walau kadang ia melemah, melayang melalui awan kamar kontrakan kecil yang dijadikan basis gerakan Marxist di kalangan subkultur kota Bandung, saling menyapa, duduk-duduk, makan Indomie, mencicipi seduhan kopi hangat, berkicau dan melempar banyolan, seraya berdiskusi tentang kekejaman takdir yang kami tertawakan, tentang Tuhan yang kami harapkan akan tertawa setelah ia memberikan plot yang sama sekali tak lucu, dan kepergian Sony Behom. Kami bertukar Tanya, “ Kita tidak apa-apa.” Tapi di raut wajahmu itu ..

Lantas hadir hari esok, dimana bayi-bayi kami muncul, menangis kencang di tengah kesunyian hidup yang terlalu hangar binger. Sebagian kawan dari Ucok melambai untuk mengurusi revolusi, sebagian lainnya membisnisknannya, sebagian lain justru kembali dan membuang kertas-kertas kosong yang kehilangan nada. Dan Ucok berkata “ Tidak. Kita memang telah berusaha setia pada mimpi-mimpi kita. Tapi dunia memang harus berubah, berputar. Dan kita adalah bagian dari proses perubahan dan perputaran itu sendiri, walau dunia tampak tak sama lagi.”

Toh Ucok adalah memang bagian dari perputaran itu sendiri ..

Di ruang sempit itu, dengan jaket hijau kusam bergambar Che Guevara dan Public Enemy, Ucok melawan rasa kantuknya. Suhu yang dingin berubah menjadi hangat, tetapi itulah hidup, yang terus berganti dan perlu terus direngkuh semakin erat. Harapn- yang telah memberi hembusan padanya- tak pernah lekang walau kadang ia mengendur. Irama ritmis yang menelurkan beragam bebunyian, lirik-lirik yang marah, hujatan akan kekakuan yang membeku, menagih janji pada Tuhan yang sering ia ingkari. Homicide sebagai penyaluran energinya, dapat berakhir kapan saja, seperti hidup, seperti layaknya kekasih, ia hadir, menggores, meninggalkan jejak yang tak mudah terhapus angin.

Terkadang Ucok memang terayu untuk melupakan semuanya, kebutuhan akan uang kadang memang meminta segalanya. Bahkan juga kenangan dan harapan. Tapi nyatanya ia tak pernah lupa waktu walau modernisasi erat mendera.

Barangkali Ucok memang tak ingin beristirahat selama nafas masih didalam hayat. Goresan tangannya, ketukan alphabetnya, gemuruh kertas-kertasnya yang terbang jauh melewati batas geografis provinsi dan juga Negara, ceracaunya yang tak lenyap ditelan kemabukan dunia, telah menandai pada apa yang mungkin tak abadi.

“ Hidup tak perlu lama, tetapi ia harus dilewati sepenuh kita mampu.” Tepat, dan ia pernah menyatakan itu, berjanji pada kawannya yang telah tiada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar